Mamak
kau tahu saat adek membangunkan aku dari lelapku, badan ini enggan untuk
beranjak pergi. Saat kau kembali ke kamarku mengingatkan waktu pukul setengah 6
untuk sholat, aku jawab "aku sedang tidak sholat" dan tetap saja
jiwaku enggan untuk bangkit turun dari tempat tidurku.
Berusaha
bersembunyi dari segala rasa dunia ini yang menjenuhkan. Tetap tersenyum,
baktiku padamu ibuku yang selalu ingin aku tampakkan. Ketika jarak dan waktu
berjauhan memisahkan kita. Hanya hitunggan minggulah yang mampu untuk
mempertemukan. Karena keadaanku saat ini belum sempurna sepenuhnya setiap hari
berbakti padamu. Bahkan saat aku berada dirumahpun lagi-lagi aku harus pergi
meninggalkan cerita yang ingin aku utarakan.
Aku tidak tahu keadaan
yang manakah yang terbaik untuk diriku. Apakah didaerah perantauan untuk hidup
mandiri yang lebih baik? Atau tetap bersama keluarga yang selalu memanjakan
diri?
Mamak
sedikitpun aku tidak bisa lari dari takdir yang telah ditetapkan oleh Allah.
Tapi aku selalu memohon untuk dikuatkan dalam jalan tempuh yang telah aku pilih
ini. Menembus waktu yang tidak aku ketahui kapan akan berakhir. Yang aku tahu
bahwa skenario Allah tidak pernah salah menorehkannya pada hamba pilihannya.
Allah lebih mengetahui atas segala yang terjadi. Allahpun mengaturnya tanpa
lelah dan terus berkesinambungan. Karena segala sesuatu yang terjadi dalam
hidup telah tertulis jelas dalam kitab Lauh Mahfuz saat aku belum dilahirkan.
Pintaku
pada-Nya memang selalu ingin disibukkan. Namun dalam ketaatan dan kebaikan untuk
bekal perjalanan setelah kematian. Lantas aku tidak bisa melakukannya sendirian
tanpamu yang selalu ingin berjalan berdampingan. Aku ingin bersama dengan
keluarga yang selalu ingin aku ajak. Bergandengan tangan dalam barisan jalan
terbaik agama Allah yaitu Islam.
Ketika
sepi menyapa, kejenuhan mulai dirasa. Lalu bosan mulai meruak dalam kalbu. Aku
hanya bisa mengusirnya jauh dengan menulis. Menguatkan interaksi yang begitu
ingin aku dekap saat ini lewat butiran-butiran doa yang terpanjatkan menembus
langit-langit dengan cahaya Rabbani. Hingga menetes air mata yang tidak mampu
aku bendung sendirian. Saat dunia melelahkan, aku berusaha untuk menguatkan
tujuan hidup di dunia. Bahwa hidup yang aku jalani hanya ingin Ridho dari
Illahi Rabbi.
Ciadeg, 31 Maret 2016
Siti Aisyah
Komentar
Posting Komentar