Ibu
ada yang ingin aku ceritakan. Namun tak kuasa bibir untuk memulai.
Setiap pembicara yang kita lakukan disela waktu aku tiba dirumah, tak
semua aku ceritakan padamu. Ada yang aku sembunyikan darimu karna
takut kau cemas. Begitu hati-hati bersikap dihadapanmu. Bahwa diriku
sedang baik-baik saja dirautau sana. Karena prinsip yang ingin aku
jalani adalah ketika aku keluar rumah dalam keadaan baik-baik saja
maka saat aku kembali lagi ke rumah mesti dalam keadaan baik-baik
saja. Jika saja keluar rumah aku begitu merapihkan penampilanku maka
bertemu kembali denganmu harus dengan penampilan yang rapih jua.
Ibu,
aku begitu tahu karena aku merasakan. Bahkan tanpa kau berbicara
kepadaku, kau selalu mengkhawatirkan anak gadismu ini ketika langkah
kaki meninggalkan rumah. Akan jauh setiap hari dari pangkuanmu. Hanya
bisa bertatap dan bercengkrama sebentar dalam setiap pekan liburan.
Itupun tidak seharian penuh, bahkan bisa dibiang hanya hitungan jam.
Waktu yang begitu sedikit untuk bercengkrama denganmu. Berusaha
mengambil kesempatan terbaik untuk berlama-lama denganmu. Mencari
perhatianmu ditengah kesibukan yang terkadang melelahkan.
Ibu,
aku hanya ingin disisimu saat ini dan sampai kapanpun. Ingin selalu
bersahabat denganmu, menceritakan kisah-kisah hidup yang baru saja
aku jalani diusia mendewasa ini. Belajar menjadi seorang ibu yang
hebat dari dirimu seorang. Bisa mengambil sosokmu untuk diterapkan
pada diriku. Ingin persis sepertimu. Ibu yang kuat, sabar, tegar,
bersahaja. Bahkan jika harus terlukiskan dengan kata-kata, rasanya
aku kehabisan bahasa untuk merangkai sosok dirimu.
Ibu
hanya kau yang mengerti keadaanku disaat orang lain hanya melihat
dari yang nampak. Tak memperdulikan apa yang aku rasa walau hanya
dengan teguran lemah dariku. Kau yang mencukupi segala kebutuhan
diriku. Memastikan makanan yang berkecukupan untuk jiwaku yang mudah
lemah. Tak perduli seberapa sibuknya dirimu dipagi hari hanya untuk
mementingkan kebutuhan anakmu dahulu dibandingkan urusan dirimu.
Memberikan yang terbaik dengan pembekalan yang terkadang diri menolak
untuk membawanya dengan alasan “tasku sudah berat, “sudah siang
nanti aku telat, kena macet”, dan segala alasan sepele lainya.
Padahal dalam hati kecil, kau sedih. Usaha yang kau lakukan tidak
dihargai. Tidak diterima dengan kelapangan hati. Bahkan makanan yang
sudah kau hidangkan, terkadang sedikitpun tidak disentuh oleh anakmu.
Lebih memilih makanan luar yang sesuai dengan selera, padahal itu
hanya kemauan saja bukan kebutuhan.
Maka
ketika aku hidup jauh di daerah perantauan, perlahan-lahan aku
mengerti banyak hal menjadi sosok sepertimu. Belajar mengurusi
kebutuhan diriku sendiri tanpa harus selalu merepotkan dirimu dengan
tingkah manjaku saat dirumah. Dari mulai aku terbangun sampai
tertidur kembali. Menghargai setiap makanan yang hendak aku makan.
Berusaha tidak meninggalkan bekas apapun, melahap semuanya. Karena
tidak ada yang bisa disimpan untuk hari esok nanti. Bagaimana
mengurus rumah, menjaga kebersihan tempat tinggal, meyiapkan
kenyamanan tempat beristirahat. Menghidangkan makanan yang lezat
namun bergizi. Mengelola biaya hidup sehari-hari agar berkecukupan
tanpa mendzolimi diri. Melatih diri untuk telaten dalan menjalani
segala tugas seorang ibu rumah tangga walau saat ini aku masih hidup
sendiri. Semandiri mungkin menjalaninya hingga begitu takut terpangku
pada orang lain.
Ibu
dekapmu memberi kehangatan. Wajah menuamu yang selalu terbayang saat
aku tak kuasa melawan kejamnya hidup. Serasa apapun yang menyakitkan
dan menikam membuatku ingin bangkit, berubah, membuat senyum itu ada
kembali dalam rauh wajahmu yang teduh. Berusaha memberikan apapun
yang bisa aku beri tanpa ada kata tapi. Walau sedikitpun aku tidak
akan mampu membalas segala pengorbananmu dari awal aku dilahirkan
hingga mendewasa ini. Sepintarnya meluangkan waktu ditengah kesibukan
yang dibuat-buat. Karena bukan hanya dalam banyaknya materi yang kau
butuhkan, akan tetapi banyaknya waktu luang yang disempatkan untuk
menghadirkan kembali kehangatan keluarga. Lengkap meramaikan suasana
rumah dengan kicauan yang membisingkan telinga ketika didengar.
Ada
banyak harapan-harapan yang kau percayakan ada dalam genggamanku. Dan
kau yakin segala doa yang terpanjatkan dengan kata-kata terbaik nan
indah pasti ada dalam pengabulan sang Pencipta. Entah dalam waktu
segera atau waktu yang masih rahasia kapan akan dikabulikan Karena
Tuhan malu jika tidak mengabulkan bagi hamba-Nya yang berdoa.
Berharap akulah salah satu dari sekian anakmu yang menjadi jawaban
dari setiap doa yang terurai tanpa putus asa.
Sedikitpun
aku tak ingin hinggap dalam pikiranmu, membuatmu cemas dengan segala
pikiran. Diri ini sudah beranjak dewasa, dan aku malu jika harus
tetap membebani tanpa meringankan beban pikiranmu. Tetap meminta dan
merepotkan dirimu untuk terus mengurusi diriku padahal aku mampu
melakukannya sendiri. Ibu tunggu aku dalam kesuksesan yang akan aku
hadiahkan untuk masa depan tuamu nanti didunia bahkan diakhirat
nanti. Yaa Rabbana... Izinkan aku mengapainya dengan kesabaran yang
tiada batas hingga terwujud semua yang dicita-citakan. Panjangkanlah
umurku dan umur kedua orag tuaku. Berkahi kehidupan yang sedang
ditanami dengan keikhlasan berharap Rido-Mu.
Ibu,
aku jual masa mudaku untuk masa tuamu dan aku jual duniaku untuk
akhirat kita bersama. Aku ingin menjadi penghantar kebahagiaan hakiki
menuju surga-Nya. Menjadi anak yang berbakti padamu sepanjang usia.
Karena surga terdekat didunia ada pada dirimu. Aku selalu ingat
nasihat 3 tahun yang lalu saat mengikuti munas di Bekasi. Ada ustadz
yang berkata “tidak perlu mencari surga kesana kemari begitu jauh,
jika surga yang dekat saja tidak kamu hampiri (berbakti pada orang
tua). Karena pintu surga berada diantara keduanya. Jika kamu ingin
meraihnya maka ketuklah pintu itu pada orang tuamu.” Seperti halnya
cerita yang selalu kau ceritakan padaku ibu. Nasihat-nasihat yang
selalu kau lontarkan akan diingat selalu semampu nalar mengingatnya.
Jika saat ini aku ingin menjadi sebaik-baik perhiasan dunia, maka
denganmu aku ingin menjadi sebaik-baik anak yang sholehah.
Maka
tidak perlu ada yang ditakuti dan dicemaskan. selagi apa yang
dilakukan tetap lurus pada fitrahnya, maka kembalikan segalanya pada
takdir sang Kuasa. Karena hanya Dialah yang mampu berkehendak.
Caringin,
1 Juni 2016
Siti
Aisyah
Komentar
Posting Komentar